1. Ketika Masuk JRA berniatlah dakwah bil qur’an yang rohmatal lil ‘alamin.
  2. Mengoabati diri sendiri ataupun orang lain dengan alqur’an adalah anjuran Alloh Subhanahu wata’ala, maka kita mengutamakan apa yg diperintah Alloh daripada anjuran selain Alloh termasuk manusia.
  3. Bertawakal kepada Alloh Subhanahu Wata’ala pada hasil ruqyah yang dilakukan.
  4. Ikhlas dalam meruqyah.
  5. Meyakini Alloh sebagai sang penyembuh bukan pada bacaan-nya.
  6. Mampu meruqyah bukanlah sebuah kehebatan, kelebihan atau maunah yang patut dibanggakan.
  7. Berkreasi dan berjuanglah membantu para marqi menggapai kesembuhan tanpa harus berbagga diri.
  8. Meruqyah adalah salah satu bentuk ta’abud (menghamba) kepada Alloh Subhanahu Wata’ala.
  9. Tujuan Akhir dalam meruqyah adalah Ibtighou Mardhotillah (mencari Ridho Alloh).
  10. Mengajarkan ruqyah mandiri kepada marqi (pasien) untuk menjadikan alqur’an sebagai syifa’.
  11. Alqur’an adalah obat pertama dan utama bagi makhluk (manusia/jin/hewan) yang sakit.
  12. Utamakan Dakwah Bil Qur’an tanpa harus mengetahui gangguan pada marqi itu medis atau non medis.
  13. Tidak boleh mengatakan atau menjadikan Alqur’an sebagai pengobatan alternatif.
  14. Tidak Boleh kecewa dengan hasil ruqyah, lantas bersu’udzon kepada Alloh jikalau marqi belum di sembuhkan Alloh Swt.
  15. Pada hakikatnya, tak satupun praktisi yang mampu mengeluarkan, mengislamkan bangsa jin kecuali atas izin dan pertolongan Alloh Subhanahu wata’ala.
  16. Tidak boleh menyebarkan photo/video pasien tanpa izin terlebih dahulu.
  17. Tidak boleh memerintahkan marqi untuk membuka Aurat-nya.
  18. Menjaga privasi dan Aib pasien, supaya tidak terpublikasikan kecuali pasien sendiri yang mengizini untuk menjadi pembelajaran (Ibroh) bagi yang lain.
  19. Menanyakan terlebih dahulu kepada pasien mengenai keluhan dan tindakan medis/herbal yang sudah dilakukan.
  20. Tidak memaksa orang yang tidak mau untuk diruqyah, cukup dengan diruqyah makanan atau pakaian yang sering dipakai-nya.
  21. Tidak boleh meruqyah standart yang menyebabkan muntahan pada pasien perempuan yang sedang mengandung.
  22. Wajib memakai sarung tangan atau kain tebal ketika menangani bukan mahrom-nya.
  23. Tidak boleh Ihtilath/meruqyah marqiyyah (pasien perempuan) tanpa di dampingi mahrom atau teman perempuan-nya.
  24. Tidak boleh mematok harga kepada marqi.
  25. Tidak boleh berharap marqi kesurupan, yang diharapkan adalah kesembuhan bukan kesurupan.
  26. Terapi-lah marqi dengan cinta, kasih sayang dan etika seolah-olah kita merasakan sakit yang di deritanya.
  27. Jangan memperlakukan pasien seperti musuh dengan menvonis sebelum melakukan diagnosis misalkan dengan mengatakan “salah kamu memakai jimat, percaya tahayul, ngamalin amalan bid’ah, dll.”
  28. Jika ingin menasehati pasien hendaklah memakai uslub atau tutur kata yang baik, hargailah dia yang merelakan waktunya untuk datang mencari kesembuhan.
  29. Luruskan-lah Akidah Marqi, bahwa peruqyah/dokter tidak bisa memberikan garansi kesembuhan. Kesembuhan adalah mutlak dari Alloh Subhanahu Wata’ala.
  30. Tidak boleh meruqyah Marqi terus menerus tanpa jeda sehingga membuat tubuh marqi menjadi ngendrop.
  31. Jika Marqi terindikasi sihir buhul luar maka yang di ruqyah pertama kali adalah rumah-nya dan cari ikatan ghaib-nya.
  32. Jika Marqi terindikasi sihir buhul dalam maka ajarkan ruqyah mandiri yang di sinergikan dengan herbal pendukung kesembuhan-nya.
  33.  Ajarkan Tahsinat / Perbentengan kepada marqi dengan dzikir sakron atau fakkus sihr jika memang terindikasi sihir.
  34. Jika Reaksi marqi Frontal tidak boleh melakukan kekerasan pada marqi seperti mencambak, mencekik, menendang, menggorok bahkan memukul.
  35. Organ yang diperbolehkan di tepuk/ di sentuh adalah punggung, telapak kaki.
  36. Tidak boleh mengunakan bantuan bangsa jin (khodam) meskipun muslim.
  37. Tidak boleh menyatakan bahwa dalam tubuh marqi/marqiyyah terdapat jin dalam jumlah tertentu.
  38. Tidak boleh menyatakan dalam diri marqi (pasien) ada eksistensi bangsa jin
  39. Tidak boleh sepenuhnya mempercayai ucapan jin tanpa adanya taskhis (diagnosa) dan menampilkan bukti/indikasi kuat terlebih dahulu.
  40. Jin diciptakan bukan untuk diburu, dibunuh atau dijadikan budak mencari duniawi namun bangsa jin diciptakan Alloh Swt tidak lain untuk beribadah kepada Alloh Swt oleh sebab itu dakwahilah mereka agar senantiasa beribadah dan menyembah Alloh Swt.
  41. Mengobati orang dengan memakai bantuan bangsa jin, maka hakikatnya merendahkan kedudukan kita sebagai “kholifah fil ard”, bukankah diperintahkan sujud kepada Nabi Adam! Lalu mengapa kita harus memohon bantuan keturunan Iblis tersebut sedang disisi lain janji Alloh bahwa alqur’an adalah syifa’ maka sungguh hinalah orang yang meminta bantuan bangsa jin.
  42. Tidak boleh mengatakan bahwa semua jin itu kafir.
  43. Menolak pengakuan Jin yang menyebutkan nama seseorang sebagai pelaku sihir atau majikan-nya untuk menghindari fitnah.
  44. Tidak boleh menvonis seseorang misal dia terkena sihir/ain/gangguan jin tanpa melakukan ruqyah terlebih dahulu.
  45. Motivasi marqi untuk membuang rasa takut pada jin atau sihir.
  46. Mengutamakan unsur dakwah pada jin dan manusia ketika meruqyah bukan sekedar mengeluarkan jin.
  47. Tidak memaksa Jin untuk masuk Islam
  48. Tidak boleh takut kepada Ancaman bangsa jin.
  49. JRA tidak mengharamkan jimat (tamimah) secara mutlak, jika jimat tersebut menggandung bacaan alqur’an dan tidak mengundang bangsa jin atau mengandung unsur kesyirikan maka diperbolehkan.
  50. Tidak boleh mengadakan perjanjian kepada bangsa jin.
  51. Tidak boleh menggunakan Terawangan, apapun alasanya.
  52. Senantiasa membentengi Keluarga, Anak, Istri, Suaminya dan keluarga-nya dengan dzikir sakron atau ayatul hifdz.
  53. Tidak boleh meruqyah orang lain sebelum meruqyah keluarganya sendiri.
  54. Tidak boleh berkata kotor ketika menangani marqi.
  55. Tidak boleh merokok ketika menangani marqi.
  56. Tidak boleh menggantungkan pada salah satu metode, namun tetap bersandar kepada Alloh Subhanahu Wata’ala.
  57. Memotivasi pasien agar yakin bahwa semua penyakit atau musibah yang di alami-nya pasti akan berlalu dengan izin Alloh Subhanahu Wata’ala.
  58. Mengarahkan pasien untuk selalu berpikir positif kepada siapapun terutama orang-orang yang dia rasa sangat membencinya.
  59. Wajib Memembentengi pasien pasca proses ruqyah.
  60. Dilarang melayani kasus perselingkuhan,
  61. Dilarang membicarakn aib dan merendahkan sesama Praktisi.
  62. Tidak semua calon peserta pelatihan serta merta dapat menjadi anggota/praktisi JRA, Calon Peserta harus mendapatkan katagori “A” sebagai simbol di izini dalam meruqyah dan bergabung dengan JRA.
  63. Praktisi JRA dilarang memasang papan nama JRA dirumah-nya sebelum lulus sertifikasi yang di adakan oleh pengurus pusat.
  64. JRA melarang tepukan di daerah sensitif yang dapat berpotensi menimbulkan fitnah seperti daerah kepala, Wajah, alat vital, ulu hati, tenggorokan Dll.
  65. JRA melarang memakai benda najis atau mutanajis untuk sarana meruqyah seperti tulang babi, air comberan dll.
  66. JRA hanya membolehkan tepukan bukan pukulan.
  67. JRA melarang tepukan keras atau tepukan yg menggunakan benda keras sehingga membuat memar/luka di tubuh marqi.
  68. JRA melarang praktisi-nya menepuk sambil marah-marah.
  69. JRA melarang baca’an-baca’an yang tidak di pahami makna-nya.
  70. JRA membolehkan baca’an / sholawat yang di pahami makna-nya, meskipun tidak mu’tabar.
  71. JRA Melarang meruqyah di tempat Najis atau Mutanajis.
  72. JRA Melarang meruqyah di tempat angker, karena itu sama hal-nya mediumisasi massal.
  73. JRA melarang bacaan ruqyah di tulis kemudian di bawa di dompet atau di konsumsi.
  74. JRA melarang media-media yang di pakai dalam dunia perdukunan seperti Kol Buntet, Bulu Perindu.
  75. JRA dalam berpolitik bersifat Netral
  76. JRA secara kultural mengikuti Ormas dan para kyai/Ulama’ Nahdlatul Ulama’
  77.  JRA melarang praktisinya memakai logo JRA untuk kepentingan pribadi.
  78. JRA mewajibkan para praktisi-nya untuk dapat membaca alqur’an dengan benar, tartil, fashohah, benar makhorijul huruf dan sifat hurufnya, sesuai kaidah ilmu tajwid.
  79. JRA melarang praktisi-nya menjual produck yang mencantumkan logo JRA tanpa izin Pengurus Pusat.
  80. JRA mewajibkan pengurus cabang JRA, melakukan pengobatan masal / pelatihan ruqyah mandiri / pelatihan terapi qur’ani / ruqyah masal minimal 1 bulan sekali.
  81. JRA melarang pengurus cabang melakukan ruqyah masal tanpa RTL (Rencana Tindak Lanjut)
  82. JRA mengharamkan para praktisi meyakini suatu benda atau herbal mendatangkan manfaat dan madhorot.
  83. JRA membolehkan para anggotanya untuk uji coba metode ruqyah selama tidak bertentangan dengan syariat dan 3 syarat di perbolehkan ala Ibnu Hajar Al Asqolani serta mendapat izin dari ketua dewan pembina.
  84. JRA melarang mengutamakan metode mediumisasi dalam meruqyah.
  85. JRA Melarang mediator pada proses mediumisasi berasal dari pasien, mediator pada prosesi mediumisasi di JRA wajib dari Praktisi “bawah tanah” yang sudah memiliki skil mengeluarkan jin-nya sendiri dan mampu “mencuri data” dari Jin.
  86. Mediumisasi di JRA tidak bisa di artikan “memindahkan Jin” tetapi “menangkap Jin” sebagaimana shahabat Abu Hurairah yang menangkap Jin Pencuri Zakat.
  87. Aplikasi mediumisasi di JRA adalah pada 4 kondisi, yaitu gangguan di anak kecil, wanita hamil, orang tua, penyihir bangsa jin (Su’ala) yang suka mengganggu masyarakat selain 4 kondisi ini dilarang melakukan mediumisasi.
  88. Pengguna mediator di syaratkan praktisi yang ahli, mengerti seluk beluk jin, paham tipu daya jin dan izin ketua cabang atas rekomondasi ketua dewan pembina PP JRA.
  89. Mediator tidak diperbolehkan seorang roqiyat (peruqyah wanita).
  90. Mediator Wajib mengetahui dasar hukum mediumisasi, kelemahan dan kelebihan mediumisasi, aplikasi mediumisasi dan memilki perbentengan yg kuat.
  91. Dilarang meninggalkan bacaan alQur’an ketika mediumisasi.
  92. Tidak merasa bahwa mediumisasi adalah metode yang paling baik dan hebat, karena mediumisasi banyak kelemahan-nya.
  93. JRA menekankan praktisi-nya agar senantiasa terus melakukan dzikir dan mengaplikasikan ilmu akhlak (tasawuf) baik ketika berhubungan dengan manusia ataupun bangsa jin.
  94. JRA melarang praktisinya menghina atau melecehkan komunitas ruqyah selain JRA.
  95. JRA menekankan menghidupkan sunnah-sunnah Nabi (Ihyaus Sunnah) sebagai benteng Ghaib.
  96. Berpegang teguh pada Ajaran Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, Berakidah AL Asy’ariyyah, Bermadzhab dengan salah satu 4 madzhab dan bertasawuf mengikuti Ulama’-Ulama’ Shufi.
  97. JRA Ikut andil dalam menjaga keutuhan NKRI dan melawan semua Ediologi yang menggerogoti Pancasila.
  98. Menjaga anggota tubuh dari perbuatan-perbuatan yang mengantarkan kepada kesyirikan, Keluar dari Islam (Murtad) dan Bid’ah Dholalah
  99. Menjaga selalu hati agar selalu dzikir kepada Alloh Subhanahu Wata’ala dan menghindari perbuatan yang mendatangkan kemurkaan Alloh Subhanahu Wata’ala.

Jombang, 15 Januari 2017