Surabaya – Rapat Kerja Nasional (Rakernas) II Jamaah Ruqyah Aswaja (JRA) yang digelar di Buleleng, Bali, bagi sebagian kalangan menimbulkan pertanyaan menggelitik. Wajar, ini karena secara kultural, Bali merupakan Kawasan mayoritas non muslim. Faktanya, alasan dipilihnya Bali bukan tanpa sebab.
Wakil Ketua PP JRA yang seksi acara atau personal in charge (PIC) acara Rakernas JRA II, Goes Noer AL Hajr menjelaskan, dipilihnya Bali adalah sebagai upaya dakwah yang berbasis toleransi dan rahmatan lil ‘alamin. Apalagi, NU cukup mendapat tempat di kalangan masyarakat Bali.
“JRA di Bali, cukup diterima karena gerakan dakwahnya persuasif, toleran, membumi dan bisa diterima semua kalangan. Praktisi JRA di Bali, juga sering membantu meruqyah kalangan non muslim,” tandasnya.
Selain itu, lanjut Goes Noer, dipilihnya Bali adalah sebagai kompensasi dari Silatnas IV JRA di Jawa Barat yang semestinya jatah dari PW JRA Bali. Karena saat Silatnas IV tersebut jumlahnya ribuan, sementara JRA Bali tidak memiliki tempat yang representatif. Alhasil, kegiatan kemudian tukar guling waktu dengan kegiatan rakernas yang pesertanya lebih sedikit.
“Semacam tukar guling lah. Sekalian ini bagian dari giat dakwah rahmatan lil alamin. Apalagi Ketua JRA Bali juga pengurus PWNU Bali. Klop jadinya,” imbuhnya.
Untuk ketahui, dalam rakernas nanti akan dibahas beberapa persoalan vital. Diantaranya, merevisi peraturan yayasan dan administrasi, menyegarkan visi misi JRA dengan analisi SWOT dan meneguhkan kohesi jam’iyyah dan lain sebagainya.
“Jargonnya, KEMBALI KE KHITTHOH JRA. Ini penting karena menjadi acuan utama. Jadi, dengan narasi tersebut, kami ingin membangun sinergitas antara ruqyah dan thibbun nabawy,” tandasnya.
Untuk itulah, tema yang dipilih dalam rakernas JRA II ini adalah, “JRA Kembali Khithoh, Jadikan Al qur’an Sebagai Obat Pertama dan Utama Bagi Makhluk Yang Sakit”.
“Turunan dari rakernas nanti diharapkan seluruh elemen JRA mampu, mengadakan ruqyah massal secara rutin, mengadakan kajian islam ala aswaja annahdliyyah, mengadakan kegiatan berbasis sosial, kodifikasi aurod (wirid) dan doa salafunassholih. Selain itu, diharapkan bisa menjadikan JRA sebagai motor penggerak amaliyah aswaja annahdliyyah dengan menghidupkan sunnah rosul birruqyah dan atthibu annabawy,” pungkasnya. (mcJRA)